Olahraga sejak dini secara umum
dapat melatih interaksi sosial, sikap mental dan perilaku yang baik seperti
disiplin, percaya diri, sportivitas dan kerjasama anak. Permainan-permainan
yang terdapat pada olahraga mengajarkan hal-hal tersebut.
Permainan tunggal seperti
badminton tunggal atau tenis tunggal dimana anak diharuskan untuk bermain
sendirian, tidak ada partner atau tim yang membantu dalam pertandingan, melatih
anak untuk bermental kuat: mandiri, percaya pada diri sendiri, berani serta
tidak mudah menyerah. Di dalam setiap pertandingan anak-anak juga diajarkan
untuk fokus pada suatu tujuan demi memenangkan pertandingan. Nalar anak juga
sedikit demi sedikit akan berkembang untuk mencermati setiap peluang dan
menganalisisnya dengan baik. Namun, jika suatu waktu sang anak harus mengalami
kekalahan, ia akan belajar menerima kegagalan tersebut. Tidak dengan menangis
tapi dengan menjadikannya suatu pembelajaran, introspeksi diri yang akan
memperkaya pengetahuannya.
Sementara permainan jenis beregu
akan memberi dampak psikis pada anak seperti interaksi sosial yang baik.
Interaksi sosial yang baik ditandai dengan baiknya komunikasi anak atau anak
tidak kesulitan dalam mengemukakan pendapat pribadinya. Daya analisis anak juga
akan meningkat mengingat banyaknya pemain dalam satu tim. Jika dalam permainan
tunggal seorang anak cukup menganalisis kemampuan dirinya sendiri serta lawan
tandingnya, maka dalam permainan beregu seorang anak harus menganalisis
kemampuan dirinya sendiri beserta
anggota tim dan tim lawan. Demi satu tujuan yaitu, memenangkan pertandingan
dalam permainan beregu sang anak mau tidak mau juga harus belajar untuk
bekerjasama serta toleransi terhadap teman satu tim. Rasa egois yang mungkin
terdapat pada anak perlahan akan hilang digantikan oleh rasa kebersamaan.
Melalui olahraga beregu, seorang
anak juga belajar untuk berperan aktif untuk memberikan kontribusi sosial bagi
kelompoknya. Di samping itu, dalam permainan olahraga anak juga belajar
menjalankan perannya, baik yang berkaitan dengan jender (jenis kelamin) maupun
yang berkaitan dengan peran dalam kelompok bermainnya. Misalnya dalam permainan
sepakbola, ada yang berperan sebagai kapten yang bertugas memimpin anggota
lain, sedang yang lain menjalankan peran sebagai pendukung. Dalam hubungannya
dengan jender, anak-anak melakukan permainan stereotype sesuai dengan budaya
dan masyarakat setempat. Misalnya, anak-anak perempuan gemar berolahraga senam
atau berenang sementara anak laki-laki berolahraga sepakbola atau basket.
- Jenis Olahraga yang Cocok untuk Diterapkan pada Anak Usia Tertentu
1. Umur 2-3 tahun.
Olahraga yang sifatnya belum terstruktur, seperti
berlari, berayun-ayun, memanjat, dan bermain air. Pada usia 2 tahun, anak sudah
mampu melompat dengan satu atau kedua kaki, dan berlari. Pada usia 3 tahun, ia
sudah bisa berubah-ubah arah (dari kanan ke kiri, dari depan ke belakang)
dengan mudah. Umumnya, anak belum siap untuk bergabung ke dalam olahraga yang
berstruktur atau terlibat dalam aktivitas yang sarat kompetisi.
2. Umur 4-5 tahun.
Biasanya, anak sudah bisa menggelindingkan bola
besar, menangkap bola serta piawai dengan sepeda roda tiga. Ia juga mulai suka
berenang atau bersenam (tanpa diprogram).
3. Umur 5-6 tahun
Banyak ketrampilan yang sudah dikuasai oleh anak ,
termasuk baris-berbaris, latihan keseimbangan (berjalan di atas titian balok),
memanjat, berayun, bergelantungan, berguling, berputar, dll.
4. Umur 6 tahun ke atas
Anak seusia ini, sudah dapat menggabungkan
kemampuan-kemampuan motorik dasar meski belum sempurna. Olahraga terstruktur
seperti badminton, basket, bisa mulai dikenalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar