Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan
empiris. Logis adalah masuk akal, dan empiris adalah dibahas secara
mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan, selain itu
menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan.
Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini
merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu
yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berpikir
ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi
adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat umum ditarik
dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat khusus, sedangkan,
deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat khusus
ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.
Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang
berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Misalnya
penalaran tentang panasnya api yang dapat membakar jika dikanakan kayu pasti
kayu tersebut akan terbakar.
2.2. Sarana Berfikir Ilmiah
Sarana berfikir ilmiah pada dasarnya
merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus
ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula.
Dengan jalan ini maka kita sampai pada hakikat sarana yang sebenarnya, sebab
sarana merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai tujuan tertentu atau
dengan perkataan lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi khas dalam kaitan
kegiatan ilmiah secara menyeluruh.
Sarana berfikir ilmiah ini, dalam
proses pendidikan kita merupakan bidang studi tersendiri. Artinya kita
mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti kita mempelajari berbagai cabang
ilmu. Dalam hal ini, kita memperhatikan dua hal :
1. Sarana ilmiah bukan merupakan
ilmu dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan
yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui salah satu
karakteristik dari ilmu, umpamanya adalah penggunaan berpikir induktif dan
deduktif dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berfikir ilmiah tidak
mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih tuntas
dapat dikatakan bahwa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri dalam
mendapatkan pengetahuannya yang berbeda dengan metode ilmiah.
2. Tujuan mempelajari sarana ilmiah
adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik,
sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk bisa memecahkan masalah
kita sehari-hari. Dalam hal ini, maka sarana berfikir ilmiah merupakan alat
bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya
berdasarkan metode ilmiah. Atau secara sederhana, sarana berfikir ilmiah
merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik.
Jelaslah sekarang bahwa mengapa sarana berfikir ilmiah mempunyai metode
tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya,
sebab fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan bukan
merupakan ilmu itu sendiri.
Untuk dapat melakukan kegiatan
berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana berupa bahasa, logika,
matematika dan statistik.
2.3.Bahasa sebagai Sarana Berfikir Ilmiah
Bahasa merupakan alat komunikasi
verbal yang dipakai dalam seluruh proses berfikir ilmiah, dimana bahasa
merupakan alat berfikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran
tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang yang berlandaskan logika induktif
maupun deduktif. Menggunakan bahasa yang baik dalam berpikir belum tentu
mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan
tidak benar.
Bahasa sebagai sarana komunikasi
antar manusia, tanpa bahasa maka tiada komunikasi. Keunikan manusia sebenarnya
bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada
kemampuannya berbahasa. Dalam hal ini maka Ernest Cassirer menyebut
manusia sebagai manusia Animal symbolic, makhluk yang menggunakan symbol,
yang secara generik mempunyai cakupan yang lebih luas dari Homo Sapiens
yakni makhluk yang berpikir,
sebab dalam kegiatan berpikirnya manusia menggunakan simbol. Bloch dan
Trager, senada dengan Joseph Broam menyatakan bahwa bahasa adalah
suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang
dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok sosial sebagai alat bergaul
satu sama lain.
Batasan-batasan
tentang simbol ini perlu diteliti setiap unsurnya, antara lain:
1.
Simbol-simbol : Sesuatu yang
menyatakan sesuatu yang lain.
2.
Simbol-simbol vokal : Bunyi-bunyi
yang urutan-urutan bunyinya dihasilkan dari kerjasama berbagai organ atau alat
tubuh dengan sistem pernapasan.
3.
Simbol-simbol vokal arbitrer : Abitrer
atau istilah “mana suka” dan tidak perlu ada hubungan yang valid secara
filosofis antara ucapan lisan dan arti yang dikandungnya.
4.
Suatu sistem yang berstruktur
dari simbol-simbol yang arbitrer. Hubungan antara bunyi dan arti ternyata bebas
dari setiap suara hati nurani, logika atau psikologi, namun kerjasama antara
bunyi-bunyi itu sendiri, di dalam bahasa tertentu, ditandai oleh sejumlah
konsistensi, ketetapan intern.
Fungsi Bahasa, secara
umum, antara lain :
1.
Kordinator kegiatan-kegiatan
masyarakat.
2.
Penetapan pemikiran dan
pengungkapan.
3.
Penyampaian pikiran dan
perasaan.
4.
Penyenangan jiwa.
5.
Pengurangan goncangan jiwa.
Fungsi bahasa, menurut
Halliday yang dikutip Thaimah, antara lain :
1.
Regulatoris (memerintah dan
perbaikan tingkah laku).
2.
Interaksional (saling
mencurahkan perasaan pemikiran antara seseorang).
3.
Personal (mencurahkan perasaan
dan pikiran).
4.
Heuristic (mencapai tabir
fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya).
5.
Imajinatif (mengungkapkan
imajinasi dan gambaran tentang discovery).
6.
Representasional (menggambarkan
wawasan dan pemikiran serta menyampaikan).
Kekurangan Bahasa
Kekurangan bahasa pada hakikatnya terletak pada :
1.
Peranannya bahasa itu sendiri
yang bersifat multifungsi yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif dan
simbolik.
2.
Arti yang tidak jelas dan eksak
yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa.
3.
Konotasi yang bersifat
emosional.
2.4.Logika sebagai Sarana Berfikir Ilmiah
Logika adalah sarana untuk berfikir
sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Berpikir logis adalah
berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir.
Aturan cara berpikir yang benar,
antara lain :
1.
Mencintai kebenaran.
Sikap ini sangat fundamental untuk berpikir yang
baik, sebab sikap ini senatiasa menggerakkan si pemikir untuk mencari, mengusut,
meningkatkan mutu berpikir dan penalarannya. Menggerakkan si pemikir untuk
senantiasa mewaspadai ruh-ruh yang akan menyelewengkannya dari yang benar. Misalnya
menyederhanakan kenyataan, menyempitkan cakrawala/perspektif, berpikir
terkotak-kotak, memutlakkan titik berdiri atau suatu profil dan sebagainya.
2.
Ketahuilah dengan sadar apa
yang anda sedang lakukan/kerjakan.
Kegiatan yang sedang dikerjakan adalah kegiatan
berpikir. Seluruh aktivitas intlek kita adalah suatu usaha terus menerus
mengerjakan kebenaran yang diselingi dengan diperolehnya pengetahuan tentang
kebenaran tetapi bersifat parsial.
3.
Ketahuilah dengan sadar apa
yang sedang anda katakan.
Pikiran diungkapkan kedalam kata-kata. Kecermatan
pikiran terungkap kedalam kecermatan kata-kata, karenanya kecermatan ungkapan
pikiran kedalam kata merupakan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi.
4.
Buatlah distingsi (pembedaan)
dan pembagian (klasifikasi) yang semestinya.
Jika ada dua hal yang tidak memiliki bentuk yang
sama, hal itu jelas berbeda, tetapi banyak kejadian di mana dua hal atau lebih
menpunyai bentuk sama, namun tidak identik. Disinilah perlunya membuat
distingsi, suatu berbedaan.
5.
Cintailah definisi yang tepat.
Penggunaan bahasa sebagai ungkapan sesuatu
kemungkinan tidak ditangkap sebagaimana yang di ungkapkan atau yang dimaksud.
Karenanya jangan segan membuat definisi. Definisi harus diburu hingga tertangkap.
Definisi adalah pembatasan yakni membuat jelas batas-batas sesuatu.
6.
Ketahuilah dengan sadar mengapa
anda menyimpulkan begini atau begitu.
Ketahuilah mengapa anda berkata begini atau
begitu. Anda harus bisa dan biasa melihat asumsi-asumsi, imflikasi-imflikasi,
dan konsekuensi-konsekuensi dari suatu penuturan. Pernyatan atau kesimpulan
yang dibuat.
7.
Hindarilah kesalahan-kesalahan
dengan segala usaha dan tenaga, serta sangguplah mengenali jenis, macam dan
nama kesalahan, demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran
(penalaran).
2.5.Matematika sebagai Sarana Berfikir Ilmiah
1. Matematika sebagai bahasa
Matematika adalah bahasa yang
melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.
Lambang-lambang matematika bersifat “artificial” yang baru mempunyai arti
setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu matematika hanya merupakan
kumpulan rumus-rumus yang mati. Alfred North Whitehead mengatakan
bahwa “x itu sama sekali tidak berarti”.
Bahasa verbal mempunyai beberapa
kekurangan, untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa verbal, kita
berpaling kepada matematika. Dalam hal ini, kita katakan bahwa matematika
adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat majemuk dan emosional
dari bahasa verbal. Bahasa verbal hanya mampu mengatakan pernyataan yang
bersifat kualitatif. Sedangkan sifat kuantitatif dari matematika merupakan daya
prediktif dan control dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat
eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara tepat dan cermat.
Contohnya, menghitung kecepatan jalan
kaki seseorang anak. Maka objek “kecepatan jalan kaki seorang anak” kita
lambangkan X, “jarak tempuh seorang anak” kita lambangkan Y, “waktu berjalan
kaki seorang anak” kita lambangkan Z, maka kita dapat melambangkan hubungan
tersebut sebagai Z=Y/X. Pernyataan Z=X/Y kiranya jelas tidak mempunyai konotasi
emosional dan hanya mengemukakan informasi mengenai hubungan antara X, Y dan Z.
Dalam hal ini pernyataan matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informatif
dengan tidak menimbulkan konotasi yang tidak bersifat emosional.
2. Matematika sebagai sarana berfikir deduktif
Nama ilmu deduktif diperoleh karena
penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman
seperti halnya yang terdapat didalam ilmu-ilmu empirik, melainkan didasarkan
atas deduksi (penjabaran).
Secara deduktif, matematika
menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-premis tertentu, walaupun
pengetahuan yang ditemukan ini sebenarnya bukanlah konsekuensi dari pernyataan-pernyataan
ilmiah yang kita telah temukan sebelumnya. Meskipun “tak pernah ada
kejutan dalam logika” (Ludwig Wittgenstein), namun pengetahuan
yang didapatkan secara deduktif sangat berguna dan memberikan kejutan yang
sangat menyenangkan. Dari beberapa premis yang kita telah ketahui, kebenarannya
dapat diketemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memperkaya
perbendaharaan ilmiah kita.
2.6.Statistika sebagai Sarana Berfikir Ilmiah
Statistik diartikan sebagai
keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh negara dan berguna bagi negara .
Secara etimologi, kata statistik
berasal dari kata “status” (latin) yang punya persamaan arti
dengan “state” (bahasa inggris) dan diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia adalah Negara. Pada mulanya statistic diartikan sebagai kumpulan
bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun
yang tidak berwujud (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan
yang besar bagi suatu Negara. Perkembangannya, arti kata statistic
hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data
kuantitatif) saja.
Secara terminologi, dewasa ini
istilah statistik terkandung berbagai macam pengertian :
1.
Statistik kadang diberi pengertian
sebagai data tatistik yaitu kumpulan bahan keterangan berupa angka atau
bilangan.
2.
Kegiatan statistik atau
kegiatan perstatistikan atau kegiatan penstatistikan.
3.
Metode statistik yaitu
cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan, menyusun atau
mengatur, menyajikan menganalisis dan memberikan interpretasi terhadap
sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka itu dapat berbicara atau dapat
memberikan pengertian makna tertentu.
4.
Ilmu statistik adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari dan memperkembangkan secara ilmiah tahap-tahap yang
ada dalam kegiatan statistik. Adapun metode dan prodesur yang perlu ditempuh
atau dipergunakan dalam rangka :
a.
Pengumpulan data angka
b.
Penyusunan atau pengaturan data
angka
c.
Penyajian atau penggambaran
atau pelukisan data angka
d.
Penganalisaan terhadap data
angka
e.
Penarikan kesimpulan
(conclusion)
f.
Pembuatan perkiraan
(estimation)
g.
Penyusunan ramalan (prediction)
secara ilmiah
Dalam kamus ilmiah popular, kata
statistik berarti table, grafik, data informasi, angka-angka, informasi.
Sedangkan kata statistika berarti ilmu pengumpulan, analisis dan klarifikasi
data, angka sebagai dasar untuk induksi. Jadi statistika merupakan sekumpulan
metode untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam keadaan yang tidak menentu.
Peranan Statistika
Statiska bukan merupakan sekumpulan
pengetahuan mengenai objek tertentu melainkan merupakan sekumpulan metode dalam
memperoleh pengetahuan. Metode keilmuan, sejauh apa yang menyangkut metode,
sebenarnya tak lebih dari apa yang dilakukan seseorang dalam mempergunakan
pikiran-pikiran tanpa ada sesuatu pun yang membatasinya.
Penguasaan statistika mutlak
diperlukan untuk dapat berpikir ilmiah dengan sah sering kali dilupakan orang.
Berpikir logis secara deduktif sering sekali dikacaukan dengan berpikir logis
secara induktif. Kekacauan logika inilah yang menyebabkan kurang berkembangnya
ilmu di negara kita. Kita cenderung untuk berpikir logis cara deduktif dan
menerapkan prosedur yang sama untuk kesimpulan induktif.
Untuk mempercepat perkembangan
kegiatan keilmuan di negara kita maka penguasaan berpikir induktif dengan
statistika sebagai alat berpikirnya harus mendapatkan perhatian yang
sungguh-sungguh. Dalam perjalanan sejarah, statistika memang sering mendapat
tempat yang kurang layak. Statistika sebagai disiplin keilmuwan sering
dikacaukan dengan statistika yang berupa data yang dikumpulkan.
Statistika merupakan sarana berpikir
yang diperluaskan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian
dari perangkat metode ilmiah, maka statistika membantu kita untuk
mengeneralisasikan dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih
pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.
Statistika harus mendapat tempat yang
sejajar dengan matematika agar keseimbangan berpikir deduktif dan induktif yang
merupakan cara dan berpikir ilmiah dapat dilakukan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
S.Seria Sumantri,Jujun,2001.Filsafat Ilmu.Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.
Bactiar Amsal.2004. Filsafat Ilmu.PT.Raja Grapindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar