PENDAHULUAN
Filsafat adalah ilmu yang
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam manusia,
dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana
hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia setelah mencapai pengetahuan.
Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik
baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut
sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis
pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai. Sekarang mana yang lebih
unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada
keterikatan nilai? Bagian dari filsafat pengetahuan membicarakan tentang ontologis,
epistomologis dan aksiologi. Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai
kegunaan ilmu. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan
dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan
ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan
kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Aksiologi
Aksiologi adalah istilah
yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai
atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi
dipahami sebagai teori nilai. Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut
pandang kefilsafatan (Kattsoff: 1992). Nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa
yang dinilai. Aksiologi
meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau
kenyataan itu sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi kawasan, seperti
kawasan sosial, kawasan fisik materiil, dan kawasan simbolik yang masing-masing
menunjukan aspeknya sendiri-sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukan
kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu kedalam
praksis.
Dalam Encyclopedia
of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value dan valuation.
Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu:
1. Nilai, digunakan sebagai kata benda
abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti : baik, menarik dan bagus.
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala
bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas
merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan
kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain, dan ia berbeda dengan fakta. Teori
nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika.
2. Nilai sebagai kata benda konkret.
Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali
dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai
dia, dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai
atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik
atau bernilai.
3. Nilai juga digunakan sebagai kata
kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai. Menilai umumnya
sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk
menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti
menghargai dan mengevaluasi.
Dari
definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama
adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Teori
tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika.
Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian
makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan,
yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik
atau pun fisik material. (Koento, 2003: 13). Jadi, aksiologi adalah teori
tentang nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi :
1.
Menurut
Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang di peroleh.
2.
Menurut
Wibisono dalam Surajiyo (2009), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur
kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian,
serta penerapan ilmu.
3.
Scheleer
dan Langeveld memberikan definisi tentang aksiologi sebagai berikut. Scheleer
mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang
tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori
mengenai tindakan baik secara moral.
4.
Langeveld
memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan
estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan
perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan
penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.
5.
Kattsoff
mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat
nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
Menurut Bramel, aksiologi
terbagi tiga bagian, yaitu :
1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu etika.
2. Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan.
3. Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik.
Dari definisi-definisi
aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah
mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai
yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai
perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika
adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika
mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di
dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan
norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman
keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di
sekelilingnya. Aksiologi
adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good
and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan
(means and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk
perilaku etis.
Menurut
Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai
khususnya etika (Jujun S. Suriasumantri, 2000: 105).
Dari
definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori
tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika
B. Landasan Aksiologi
Ilmu dapat
dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dan
kesejahteraannya dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat.
Untuk kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan dipergunakan secara komunal dan universal.
Untuk kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan dipergunakan secara komunal dan universal.
Dagobert
Runes (1963 : 32) mengemukakan beberapa persoalan dengan nilai yang mencakup
: hakikat nilai, tipe nilai, criteria nilai, dan status metafisika nilai.
1. Hakikat Nilai
K.
Bertens (2007:142) berpendapat, bahwa hakikat dari nilai-nilai, yaitu :
a. Nilai berasal dari kehendak:
voluntarisme.
b. Nilai berasal dari kesenangan:
Hedonisme
c. Nilai berasal dari kepentingan.
(Perry)
d. Nilai berasal dari hal yg lebih
disukai (preference). Martineau.
e. Nilai berasal dari kehendak rasio
murni. (I.Kant).
2. Tipe nilai
Tipe nilai
dapat dibedakan antara lain intrinsik dan nilai instrumental.
Nilai intrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai
instrumental merupakan alat untuk mencapai nilai intrinsik.
Sebagai
contoh nilai intrinsik adalah nilai yang dipancarkan oleh suatu lukisan, dan
shalat lima waktu merupakan nilai intrinsik dan merupakan suatu perbuatan yang
sangat luhur. Nilai instrumentalnya bahwa dengan melaksanakan shalat akan
mencegah perbuatan yang keji/jahat yang dilarang oleh Allah dan tujuan akhirnya
mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
3. Kriteria nilai
Kriteria
nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran nilai, bagaimana nilai yang baik, dan
bagaimana nilai yang tidak baik. Standar pengujian nilai dipengaruhi aspek
psikologis dan logis.
a. Kaum hedonist menemukan standar
nilai dalam kuantitas kesenangan yang dijabarkan oleh individu atau masyarakat.
b. Kaum idealis mengakui sistem
objektif norma rasional sebagai kriteria.
c. Kaum naturalis menemukan ketahanan
biologis sebagai tolak ukur
4. Status Metafisika Nilai
Metafisik
nilai adalah bagaimana hubungan nilai-nilai tersebut dengan realitas dan dibagi
menjadi tiga bagian :
a. Subjektivisme adalah nilai
semata-mata tergantung pengalaman manusia.
b. Objektivisme logis adalah nilai
merupakan hakikat logis atau subsistensi, bebas dari keberadaannya yang
dikenal.
c. Objektivisme metafisik adalah nilai merupakan
sesuatu yang ideal bersifat integral, objektif, dan komponen aktif dari
kenyataan metafisik. (misalnya: theisme).
C.
Teori
Tentang Nilai
Teori Nilai membahas dua masalah
yaitu masalah Etika dan Estetika.
1. Etika
Etika
berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “ethos” yang berarti adat kebiasaan
tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni jamak
dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika
dan moral ini memiliki perbedaan satu sama lainnya. Etika ini bersifat teori
sedangkan moral bersifat praktek. Etika mempersoalkan bagaimana semestinya
manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan bagaimana semestinya tindakan
manusia itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu hal dan
harus berlaku umum.
Antara
ilmu (pendidikan) dan etika memiliki hubungan erat. Masalah moral tidak bisa
dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk
menemukan kebenaran dan terlebih untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian
moral (Jujun S. Suriasumantri, 1998 : 235).
Dalam
perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral
yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi.
a. Hedoisme adalah padangan moral yang
menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan.
b. Eudemonisme menegaskan setiap
kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri
adalah kebahagiaan.
c. Utilitarisme, yang berpendapat bahwa
tujuan hukum adalah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan
memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak
kodrati.
d. Deontologi, adalah pemikiran tentang
moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik
dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik
secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan
dengan baik oleh kehendak manusia.
2. Estetika
Estetika
berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia
terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Estetika membahas tentang
indah atau tidaknya sesuatu. Dalam dunia pendidikan hendaklah nilai estetika
menjadi patokan penting dalam proses pengembagan pendidikan yakni dengan
menggunakan pendekatan estetis-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam
coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing
pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini
berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu
kepribadian yang kreatif, berseni.
D. Karakteristik Nilai
Ada beberapa karakteristik nilai
yang berkaitan dengan teroi nilai, yaitu :
1. Nilai subjektif atau objektif.
Nilai itu
objektif jika ia tidak bergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai;
sebaliknya nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya, dan validitasnya
tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian, tanpa mempertimbangkan
apakah ini bersifat psikis atau fisik.
2. Nilai absolute atau berubah.
Suatu
nilai dikatakan absolute atau abadi, apabila nilai yang berlaku sekarang sudah
berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku serta abash sepanjang masa, serta
akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun kelas social.
Dipihak lain ada yang beranggapan bahwa semua nilai relative sesuai dengan
keinginan atau harapan manusia.
Terdapat
beberapa pandangan yang berkaitan dengan hierarki nilai yaitu:
1. kaum idealis berpandangan secara
pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi daripada
non spiritual (nilai material). Mereka menempatkan nilai religi pada tingkat
yang tinggi karena nilai religi membantu manusia dalam menemukan akhir
hidupnya, dan merupakan kesatuan dengan nilai spiritual.
2. kaum realis juga berpandangan bahwa
terdapat tingkatan nilai, dimana mereka menempatkan nilai rasional dan empiris
pada tingkatan atas, sebab membantu manusia realitas objektif, hukum alam dan
aturan berfikir logis.
3. kaum pragmatis menolak tingkatan
nilai secara pasti. Menurut mereka suatu aktifitas dikatakan baik seperti yang
lainnya apabila memuaskan kebutuhan yang penting dan memiliki nilai
instrumental. Mereka sangat sensitive terhadap nilai-nilai yang meghargai
masyarakat
E. Fungsi
Aksiologi
Aksiologi ilmu pengetahuan sebagai strategi untuk
mengantisipasi perkembangan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur
kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi antara lain :
1. Menjaga
dan memberi arah agar proses keilmuan menemukan kebenaran yang hakiki.
2. Dalam
pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis, tidak mengubah kodrat
manusia, dan tidak merendahkan martabat manusia.
3. Pengembangan
ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatkan taraf hidup yang
memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta memberikan keseimbangan alam
lewat pemanfaatan ilmu.
F. Pendekatan-Pendekatan dalam
Aksiologi
Pendekatan-pendekatan
dalam aksiologi dapat dijawab dengan tiga macam cara, yaitu :
1. Nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari
sudut pandang ini, nilai-nilai merupaka reaksi-reaksi yang diberkan oleh
manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung pada pengalaman-pengalaman
mereka.
2. Nilai-Nilai merupakan kenyataan-kenyataan yang
ditinjau dari segi ontologi namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.
3. Nilai-Nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang
menyusun kenyataan.
G. Hubungan Aksiologi dengan Filsafat
Ilmu
Kaitan Antara Aksiologi
Dengan Filsafat Ilmu adalah Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang
bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada
subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada
objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak
tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas
fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam
memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian.
Dengan demikian nilai
subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi
manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka,
senang atau tidak senang. Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi
ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat
objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan
anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya.
Seorang ilmuan harus melihat
realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis,
agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik
penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan
bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar
penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan
utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif .
PENUTUP
Aksiologi adalah istilah
yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai
atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi
dipahami sebagai teori nilai. Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut
pandang kefilsafatan (Kattsoff: 1992).
Kaitan Antara Aksiologi
Dengan Filsafat Ilmu adalah Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang
bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada
subjek atau kesadaran yang menilai.
Aksiologi membberikan jawaban untuk apa pengetahuan
yang berupa ilmu itu di pergunakan. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan
tersebut dengan kaidah-kaidah nilai. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan nilai. Bagaimana kaitan antara teknik prosedural
yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma nilai.
Sebagai saran, seorang pendidik hendaknya tahu akan pentingya
hakekat nilai yang akan diajarkan kepada para anak didiknya, sehingga anak didik
mengetahui etika keilmuan yang bermoral dalam ilmu yang dipelajarinya.
Semoga makalah
ini bisa menjadi
bahan acuan dan semangat untuk mengkaji dan membuat makalah yang semakin baik.
Pembahasan makalah ini mungkin masih kurang sempurna. Oleh karena itu penulis
masih membutuhkan saran dan perbaikan dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
A. Amyo, Ensiklopedi
Nasional Indonesia, (Jakarta: 1990, Cipta Adi Pustaka)
Amsal Bakhtiar, (2006). Filsafat
Ilmu. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Conny R.
Semiawan, I. Made Putrawan, I, Setiawan, Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu,
(Bandung: 2004, Rosda Karya)
Harry
Harmersma, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, (Jogjakarta: 1980,
Pustaka Filsafat)
Jonathan Crowther (Ed.), Oxford
Advanced Learner’s Dictionary (London: 1995, Oxford University Press)
Jujun S. Sumantri (1998). Filsafat
Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Jujun S. Sumantri. Filsafat Ilmu :
Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta : 2005, Sinar Harapan)
K. Bertens, Etika
(Jakarta: 1999, Gramedia Pustaka Utama)
M. Nazir, Membangun Ilmu dengan
Paradigma Islam, (Pekanbaru: 1999, Susqa Press)
Magnis-Suseno,
F.. Filsafat-kebudayaan-politik: Butir-butir pemikiran kritis (Jakarta:
1995, Gramedia Pustaka Utama)
Sidi Gazalba, Sistematika
Filsafat, (Jakarta: 1978, Bulan Bintang )
Tim
Penulis Rosda, Kamus Filsafat (Bandung: 1995, Remaja Rosdakarya)
Tim Penyusun
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jilid
II (Jakarta: 1996, Balai Pustaka)
M. Nazir, Membangun Ilmu dengan
Paradigma Islam, (Pekanbaru: 1999, Susqa Press) h. 87
Harry Harmersma, Pintu Masuk ke
Dunia Filsafat, (Jogjakarta: 1980, Pustaka Filsafat) h.41
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jilid II (Jakarta: 1996,
Balai Pustaka) h. 159
Sidi Gazalba, Sistematika
Filsafat, (Jakarta: 1978, Bulan Bintang ) h. 471-472
Magnis-Suseno,
F.. Filsafat-kebudayaan-politik: Butir-butir pemikiran kritis (Jakarta:
1995, Gramedia Pustaka Utama) h.49
Uyoh Sadulloh, (2007). Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar