Anggota
Dewan: Rakyat Terhormat Namun Tidak Beretika
Delima
Andriyani
Abstrak
Anggota dewan merupakan orang-orang terpilih yang
menjadi wakil rakyat untuk melaksanakan tugasnya sebagai legislative dan
eksekutige. Yang terpilih haruslah amanah, bukan karena kepentingan pribadi dan
golongan hingga mengubahnya menjadi manusia tak beretika. Terkadang mereka
berlomba-lomba untuk terpilih hingga akhirnya membernarkan berbagai jalan dan
mengubah mereka menjadi rakyat terhormat yang tak beretika.
Kata kunci: Anggota
Dewan, Etika Politik
I. Pendahuluan
Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pasal 1 ayat 1
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD).
Namun pemilu tahun 2014 masih dinodai dengan adaya
politik uang yang dilakukan oleh beberapa calon anggota dewan, menurut
Indonesia corruption watch (ICW), dalam pemilihan dewan 9 april lalu terdapat
313 pelanggaran yang ditemukan di 15 daerah. Politik uang merupakan suatu upaya
untuk mempengaruhi pemilih untuk menggunakan hak suaranya untuk memilih calon
tertentu, politik uang merupakan suatu tindak pidana karena telah diatur dalam
undang-undang selain itu politik uang merupakan suatu pelanggaran etika politik
juga merupakan suatu tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai pancasila.
II. Metode
Penelitian
Metode
penelitian ini menggunakan study literatur dimana penulis menggunakan referensi
berupa buku yang berjudul Pendidikan Pancasila, Filsafat Demokrasi, Etika
Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Selain itu juga, penulis menggunakan beberapa referensi dari
internet yang dapat dipertanggungjawabkan kevalidannya.
III. Pembahasan
3.1 Nilai-Nilai
Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai
dengan asas legalitas (legitimasi hukum) yaitu dilaksanakan sesuai dengan hukum
yang berlaku, disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi
demokratis), dan dilaksanakan berdasarkan prinsip moral atau tidak bertentangan
dengannya (legitimasi moral). Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki tiga
dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, baik menyangkut
kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik pembagian serta kewenangan
harus berdasarkan legitimasi moral religius (sila I) serta moral kemanusiaan
(sila II), Selain itu juga harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu prinsip
‘legalitas’, maksudnya adalah berdasarkan atas hukum yang berlaku sebab Negara
Indonesia adalah Negara hukum oleh karena itu pula, keadilan dalam hidup
bersama (sila V) demi kesejahteraan bersama (sila III) merupakan tujuan negara.
Negara Indonesia adalah Negara demokrasi artinya segala kebijaksanaan dan
kekuasaan senantiasa untuk rakyat (sila IV). Rakyat merupakan asal mula
kekuasaan Negara oleh karena itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara
segala kebijaksanaan, kekuasaan, serta kewenangan harus dikembalikan kepada
rakyat sebagai pendukung pokok Negara. Maka dalam pelaksanaan politik praktis
hal-hal yang menyangkut kekuasaan eksekutif, yudikatif dan dewan, konsep
pengambilan keputusan, pengawasaan serta partisipasi harus berdasarkan
legitimasi dari rakyat (legitimasi demokratis)
Prinsip-prinsip dasar etika politik itu
dalam realisasi praksis dalam kehidupan kenegaraan senantiasa dilaksanakan
secara korelatif diantara ketiganya. Maksudnya adalah dalam pengambilan
keputusan serta pelaksanaan kebijaksanaan harus berdasarkan hukum (legitimasi
hukum), medapatkan legitimasi rakyat (legitimasi demokratis) dan juga harus
berdasarkan prinsip-prinsip moralitas (legitimasi moral)
Etika politik ini harus direalisasikan oleh
setiap individu yang ikut terlibat secara kongkrit dalam dalam pelaksanaan pemerintahan
Negara. Para pejabat eksekutif, anggota dewan maupun yudikatif, para pejabat
Negara, anggota DPR maupun MPR aparat pelaksana dan penegak hukum harus
menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus
berdasar pada legitimasi moral sebab suatu kebijaksanaan mungkin saja sesuai
dengan hukum tetapi belum tentu sesuai dengan moral.
3.2
Politik Uang
Politik uang merupakan suatu usaha mempengaruhi
pemilih untuk memilih partai politik atau calon anggota DPD, DPR atau DPRD tertentu
dengan menjanjikan atau memberikan imbalan baik berupa uang, barang, dan atau
jasa serta benda hidup atau benda mati lainnya yang dapat dinilai dengan uang
yang dilakukan oleh pelaksana kampanye pada masa kampanye.
Landasan
yuridis mengenai politik uang di Indonesia dimuat dalam :
1.
UU NO 08 tahun 2012 pasal 84
2.
UU NO 08 tahun 2012 pasal 86 ayat 1 dan
4
3.
UU NO 08 tahun 2012 pasal 89
4.
UU NO 08 tahun 2012 pasal 90
5.
UU NO 08 tahun 2012 pasal 301
Politik Uang Pada
Pemilu
Praktik
dari politik Uang dalam pemilu sangat beragam. Diantar bentuk-bentuk kegiatan
yang dianggap politik uang antara lain :
1. Distribusi
sumbangan baik berupa barang atau uang kepada para kader partai, penggembira,
golongan atau kelompok tertentu,
2. Pemberian
sumbangan dari konglomerat atau pengusaha bagi kepentingan partai politik
tertentu dengan konsesi-konsesi yang ilegal
3. Penyalahgunaan
wewenang dan fasilitas Negara untuk kepentingan dan atau mengundang simpati
bagi partai politik tertentu
Undang-undang mengklasifikasikan subjek pelaku
politik uang kedalam pelaksana, peserta, dan petugas kampanye pemilu. Pelaksana
kampanye ialah pengurus partai politik, calon anggota dewan, juru kampanye,
orang seorang (individu), dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta pemilu.
Petugas kampanye sebetulnya masih menjadi bagian dari partai politik karena
ditetapkan oleh partai politik, sedangkan peserta kampanye pemilu ialah
masyarakat yang berdomisili di daerah pemilihan tempat kampanye dilaksanakan.
Menurut Pasal 89 UU Nomor 8 Tahun 2012, politik uang yang dilakukan oleh
pelaksana kampanye dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Ini
bisa diterjemahkan apakah janji atau pemberian tersebut dilakukan secara
langsung oleh pelaksana kampanye atau melalui orang lain. Yang pasti, siapa pun
yang melakukan politik uang artinya telah melanggar larangan kampanye yang
diatur dalam undang-undang.
Hal itu juga berlaku sama bagi partai politik dan peserta pemilu lainnya,
ketika ada pemberian barang yang bukan bagian dari atribut kampanye, misalnya
pembagian sembako, pengobatan gratis, atau bentuk lainnya, sudah dapat
dikategorikan sebagai politik uang.
Larangan
Politik Uang di Indonesia diatur dalam pasal 84 UU no 08 tahun 2012 yang
berbunyi :
“Selama Masa Tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
83 ayat (3), pelaksana, peserta, dan/atau petugas Kampanye Pemilu dilarang
menjanjikan atau memberikan imbalan kepada Pemilih untuk:
a.
tidak menggunakan hak pilihnya;
b.
menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu
sehingga surat suaranya tidak sah;
c.
memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu; dan/atau
d. memilih calon anggota DPD tertentu.”
kemudian
dipertegas lagi dalam pasal 86 ayat 1 huruf J, selain itu larangan Politik Uang
juga telah dibuat oleh KPU sebagai lembaga pelaksanaan Pemilu yang tertuang
dalam Peraturan
Nomor 1 tahun 2013 tentang Pedoman Kampanye, KPU telah dengan tegas melarang
setiap peserta pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya
kepada peserta kampanye.
Sanksi Politik Uang
Politik uang merupakan suatu
tindakan yang dilarang dilakukan selama masa kampanye berdasarkan UU no 08
tahun 2013 pasal 84, 86 ayat 1 huruf J,
dan dikategorikan sebagai tindak pidana seperti yang tertulis pada pasal
86 ayat 4 UU no 08 tahun 2012 yang berbunyi :
“Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat
(1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf j, dan ayat (2) merupakan
tindak pidana Pemilu.”
Sanksi pelanggaran terhadap larangan ini juga diatur
dalam UU no 08 tahun 2008 pasal 89 yang berbunyi :
“Dalam
hal terbukti pelaksana Kampanye Pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau
materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung
ataupun tidak langsung untuk:
a. tidak
menggunakan hak pilihnya;
b. menggunakan
hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat
suaranya tidak sah;
c. memilih
Partai Politik Peserta Pemilu tertentu;
d. memilih
calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota tertentu; atau
e. memilih
calon anggota DPD tertentu,
dikenai
sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”
Kemudian
di perjelas dalam pasal 301 UU no 08 tahun 2012 tentang sanksi pidana penjara
dan denda atau dapat pula berupa hukuman pembatalan nama calon sesuai pasal 90
UU no 08 tahun 2012
3.3 Hubungan Politik Uang dengan nilai-nilai
Pancasila sebagai Etika Politik
Politik uang merupakan suatu tindak
pidana dalam pemilu dan merupakan suatu pelanggaran etika politik. Sebagai
Negara demokrasi penyelenggaraan Negara harus lah dari rakyat oleh rakyat dan
untuk rakyat. Dalam pemilu, rakyat dapat menentukan calon pilihan yang
dikehendakinya secara bebas dan tanpa paksaan namun, jika disana terdapat
politik uang berati si-calon tersebut telah membatasi pilihan si-pemilih,
si-calon tidak menjalankan asas pemilu yaitu LUBER JURDIL, sekalipun si-calon
lolos dan dapat menjadi anggota dewan, eksekutif, maupun yudikatif tetapi ia
tidak menjalankan etika politik yaitu kekuasaan dalam Negara harus dijalankan
sesuai dengan asas legalitas.
Seorang anggota dewan yang ketika
masa kampanyenya melakukan politik uang berarti dalam menjalankan kekuasaannya
diperoleh dengan mengabaikan etika politik yaitu asas legitimasi moral,
legitimasi hukum, serta legitimasi demokratis. Praktik politik uang tidak
memenuhi asas legitimasi moral karena politik uang merupakan tindakan yang
tidak bermoral, tidak bermartabat, tidak berbudi luhur, tidak beradab,
membatasi hak-hak individu dalam berpartisipasi politik, dan tidak bertujuan
untuk kesejahteraan umum karena pada dasarnya politik uang hanya bertujuan
untuk kepentingan calon anggota dewan yang ingin menduduki jabatannya. Praktik
politik uang tidak memenuhi asas legitimasi hukum sebab tindakan politik uang
tidak berdasarkan hukum yang berlaku, sebelumnya telah dijelaskan bahwa politik
uang merupakan suatu tindak pidana. Dan yang terakhir, praktik politik uang
tidak memenuhi asas legitimasi demokratis, jelas sekali bahwa politik uang
merupakan suatu upaya untuk mempengaruhi pemilih untuk menggunakan hak suaranya
untuk memilih calon tertentu dengan menjanjikan atau memberikan suatu imbalan,
dengan kata lain politik uang merupakan suatu tindakan yang tidak menghargai
adanya perbedaan pendapat dan pendapat individu sebab pemilih hanya memilih
karena balas budi.
Asas legitimasi moral berisi penjabaran
nilai-nilai pancasila pada sila pertama, kedua, dan ketiga yaitu ketuhanan yang
maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab serta persatuan Indonesia.
Sebelumnya telah sebutkan bahwa politik uang merupakan tindakan yang tidak
bermoral, tidak bermartabat, tidak berbudi luhur, tidak beradab, membatasi
hak-hak individu dalam berpartisipasi politik, dan tidak bertujuan untuk
kesejahteraan umum karena pada dasarnya politik uang hanya bertujuan untuk
kepentingan calon anggota dewan yang ingin menduduki jabatannya. Sebagai
seorang yang beragama, seorang calon anggota dewan tidak seharusnya bertindak
seperti itu. Seorang calon pemimpin seharusnya memiliki sifat cerdas,
menyampaikan aspirasi, benar dan dapat dipercaya. Dia mungkin seorang yang
cerdas karena berpendidikan tinggi namun apa yang dia lakukan kaitannya dengan
politik uang bukanlah seorang yang benar, dapat dipercaya dan menyampaikan
aspirasi. Rasa kemanusiaannya juga rendah, dia menunjukkan bahwa dirinya
bukanlah seorang yang beradab dengan tidak berbuat adil. Mereka tidak adil
kepada rakyat karena membatasi mereka untuk berpartisipasi dalam menentukan
calon dewan pilihannya. Politik uang hanya menguntungkan sebagian pihak yang
nantinya akan menduduki jabatan beserta koloni-koloninya meskipun awalnya
mereka beralibi bahwa sumbangan atau apapun yang mereka berikan selama masa
kampanye demi kesejahteraan masyarakat bersama.
Asas legitimasi hukum berkaitan
dengan status Negara Indonesia sebagai Negara hukum yang artinya segala
aktivitas penyelenggaraan Negara harus berdasarkan hukum yang berlaku yaitu
bersumber pada aturan yang berlaku. Meskipun dia terpilih secara syah menurut
hukum karena terpilih melalui pemilihan umum namun, nyatanya tindakan politik
uang yang dilakukannya selama kampanye telah menodai keabshannya sebagai
anggota dewan sebab politik uang merupakan suatu tindak pidana.
Dan, asas legitimasi demokratis
berkaitan dengan nilai-nilai pancasila sila ke empat dan terakhir yaitu
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan permusyawaratan
perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Legitimasi
demokratis juga berkaitan dengan status Negara Indonesia sebagai Negara
Demokrasi yang mana segala aktivitas penyelenggaraan Negara haruslah berasal
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Rakyat merupakan asal mula
kekuasaan Negara oleh karena itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara
segala kebijaksanaan, kekuasaan, serta kewenangan harus dikembalikan kepada
rakyat sebagai pendukung pokok Negara. Serta harus bertujuan utuk kesejahteraan
rakyat pula sehingga dapat mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Praktik politik uang merupakan suatu tindak pembatasan rakyat dalam
berpartisipasi dalam kegiatan politik yang artinya para anggota dewan tidak
memperhatikan aspirasi rakyat padahal seharusnya Negara demokrasi adalah Negara
yang dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara segala kebijaksanaan,
kekuasaan, serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat, rakyatlah yang
bebas menentukan pilihannya untuk memilih calon pemimpin yang akan memimpin
mereka sesuai asas LUBER JURDIL dalam pemilu. Telah dijelaskan bahwa politik
uang merupakan suatu tindakan pembatasan aspirasi, para anggota dewan tidak
berbuat adil sehingga menimbulkan ketidakadilan
bagi rakyat Indonesia.
IV. Simpulan
Politik
uang merupakan suatu pelanggaran etika politik karena tidak memenuhi asas-asas
legalitas yang seharusnya ada dalam penyelenggaraan Negara karena asas-asas
legalitas tersebut memuat nilai-nilai pancasila sebagai sumber etika politik. Sebagai
calon pemimpin bangsa, seorang calon anggota dewan seharusnya dapat
mengaplikasikan nilai-nilai pancasila terutama nilai-nilai pancasila dalam
etika politik karena pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia. Agar tujuan
Negara dapat tercapai. Sedangkan untuk calon pemilih, meskipun calon anggota
dewan mengiming-imingin kita dengan imbalan apapun, kita haruslah bersikap
tegas dan tidak mudah goyang pada pilihan kita, selain itu kita dapat
melaporkan kasus tersebut agar calon anggota dewan jera dengan tindakannya dan
tidak akan ada yang mengikuti langkahnya.
V. Daftar
Pustaka
Kaelan.
2014. Pendidikan Pancasila.
Yogyakarta: Paradigma
Matini.
2012. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Hartomo Media Pustaka
Nurtjahjo
Hendra. 2006. Filsafat Demokrasi.
Jakarta Bumi Aksara
Suseno.
2003. ETIKA POLITIK Prinsip-prinsip Moral
Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramedia
REPUBLIKA.CO.ID
- 2 Caleg Dtuntut 6 Bulan Penjara diterbitkan
pada 08 mei 2014 dilihat pada 03
Desember 2014, 17:33:10 diaksaes melalui http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/05/08/n59aiy-2-caleg-dtuntut-6-bulan-penjara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar