Pembelajaran
teori kontemporer adalah pembelajaran berdasarkan teori belajar
konstruktivisme. Para Kontruktivisme
seperti Von Glaseerfeld, Bettencourt mengatakan pembelajaran berfungsi membekali kemampuan siswa mengakses
berbagai informasi yang dibutuhkan dalam belajar. Sesuai dengan prinsip belajar
teori konstruktivisme, maka dalam pembelajarannya nampak ada pergeseran fungsi
guru dan buku sumber sebagai sumber informasi. Guru lebih berfungsi membekali
kemampuan siswa dalam menyeleksi informasi yang dibutuhkan. Karena, teori belajar
ini paling luas aplikasinya dan menekankan pada pembelajaran yang aktif,
artinya: pengajar dan siswa sama-sama aktif, siswa mengkonstruksi pengetahuan
(student-centered learning) dan pengajar aktif sebagai fasilitator. Siswa
ditantang untuk membangun sendiri pemahaman atas fakta, konsep, hokum, dan
teori, serta berbagi bentuk hubungan diantara unsure-unsur ilmu pengetahuan
ini.
Proses belajar dimulai pada saat
siswa menerima dan menyeleksi rangsanagn yang masuk ke dalam struktur
kognitifnya, dilanjutkan dengan pembentukan makna. Selanjutnya, makna atau
pemahaman yang sudah terbentuk akan diuji/divalidasi dengan menggunakan memori
jangka pendek dn jangka panjang yang juga sudahj ada di dalam struktur kognitif
siswea, untuk diasumsikan atau diintergrasikan ke dalam struktur kognitif
tersebut. Denagn demikian, struktur kognitif siswa menjadi lebih kaya,
kompleks, dan lenkap. Struktur kognitif yang lebihkaya, kompleks, dan lengkap
ini memungkinkan siswa untuk menjalani tugas-tugas belajar yang lebih tinggi
derajatnya. Guru sebagi fasilitator artinya : guru menjadi orang yang siap
memberikan bantuan kepada siswa/peserta didik bila diperlukan. Terutama, bantuan
dalam menentukan tujuan belajar, memilih bahan dan media belajar, serta dalam
memecahkan kesulitan yang tidak dapat dipecahkan siswa sendiri.
Teori belajar Kontemporer
(konstruktivistik) paling luas aplikasinya karena konstruktivisme mampu
menjawab dua tantangan dalam pembelajaran pada masa kini. Tantangan yang
pertama, datang dari adanya perubahan persepsi tentang belajar itu sendiri dan
tantangan kedua datang dari adanya teknologi informasi dan telekomunikasi yang
memperlihatkan perkembangan yang luar biasa. Konstruktivisme
menjawab tantangan yang pertama dengan meredefinisi belajar sebagai proses
konstruktif dimana informasi diubah menjadi pengetahuan melalui proses
interpretasi, korespondensi, representasi, dan elaborasi. Sementara itu,
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat yang menawarkan
berbagai kemudahan-kemudahan baru dalam pembelajaran memungkinkan terjadinya
pergeseran orientasi belajar dari outside-guided menjadi self-guided dan dari
knowledge-as-possesion menjadi knowledge-as-construction. Lebih dari itu,
teknologi ini ternyata turut pula memainkan peran penting dalam memperbaharui
konsepsi pembelajaran yang semula fokus pada pembelajaran sebagai semata-mata
suatu penyajian berbagai pengetahuan menjadi pembelajaran sebagai suatu
bimbingan agar mampu melakukan eksplorasi sosial budaya yang kaya akan
pengetahuan.
Konstruktivisme dan teknologi
komputer, secara terpisah maupun bersama-sama telah menawarkan peluang-peluang
baru dalam proses pembelajaran, baik di ruang kelas, belajar jarak jauh maupun
belajar mandiri. Bentuk pembelajaran “student-centered learning” yang lain
adalah belajar aktif, belajar kooperatif dan kolaboratif, generative learning,
dan problem-based learning. Sedangkan model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
teori konstruktivisme yang cukup
terkenal sekarang ialah
pembelajaran kontekstual dan kuantum.
Model Pembelajaran Kuantum
Pengertian Quantum Teaching dapat di pahami melalui tiga hal yaitu :
1.
Quantum berarti interaksi yang berarti mengubah energi menjadi cahaya.
Teaching berarti pembelajaran, untuk menghilangkan kesan “dominasi” tugas guru
terhadap siswa, dan memberikan “pengakuan” lebih terhadap kemampuan siswa untuk
belajar dengan bantuan dan bimbingan guru (Rusda Kto Sutadi, 1996:10). Jadi
Quantum Teaching atau pembelajaran kuantum adalah pembelajaran yang
mengorkestrasikan berbagai interaksi yang berada di dalam dan di sekitar momen
belajar, sehingga kemampuan dan bakat alamiah siswa berubah menjadi cahaya
(kemampuan aktual)
2.
Percepatan belajar, berarti
menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan sengaja
seperti menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan
pengajaran yang sesuai, cara efektif Penyajian, dan keterlibatan aktif.
3.
fasilitasi, merujuk pada
implementasi strategi yang menyingkirkan hambatan belajar, mengembalikan proses
belajar ke keadaannya yang mudah dan alami. Fasilitasi termasuk penyediaan alat
bantu yang memudahkan siswa belajar.
Dalam proses pembelajaran terjadi oskestrasi (penggubahan, penyelarasan,
pemberdayaan komunitas belajar), sehingga orang-orang yang terlibat sama-sama
merasa senang dan bekerja saling membantu untuk mencapai hasil yang optimal.
Asas utama
Pembelajaran kuantum di rancang berdasar tiga hal, yaitu: asas utama,
prinsip-prinsip dan model. Belajar adalah kegiatan full contact, suatu kegiatan
yang melibatkan seluruh kepribadian manusia (pikiran, perasaan dan bahasa
tubuh) disamping pengetahuan, sikap dan keyakinan sebelumnya serta persepsi
masa datang. Belajar berurusan dengan orang secara keseluruhan, kegiatan ini
dapat dicapai jika guru telah memasuki kehidupan siswa caranya yaitu dengan
mengaitkan apa yang di ajarkan guru dengan peristiwa, pikiran atau perasaan
yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi
atau akademik siswa.
Prinsip-prinsip pembelajaran
Kuantum
Prinsip yang digunakan dalam pembelajaran kuantum terdiri dari :
1.
segalanya berbicara
prinsip segalanya berbicara mengandung pengertian bahwa segala sesuatu di
ruang kelas “berbicara” – mengirim pesan tentang belajar dari lingkungan kelas
hingga bahasa tubuh guru, dari kertas yang di bagikan hingga rancangan
pelajaran. Dalam proses pembelajaran, guru wajib mengubah kelas menjadi
“komunitas belajar” masyarakat mini yang setiap detailnya telah di ubah untuk
mendukung belajar optimal dari cara mengatur bangku, menentukan kebijakan kelas,
cara merancang pengajaran.
2.
prinsip segalanya bertujuan
berarti semua upaya yang di lakukan
guru dalam mengubah kelas mempunyai tujuan, yaitu agar siswa dapat belajar
secara optimal untuk mencapai prestasi tertinggi.
3.
pengalaman sebelum peberian nama
proses belajar paling baik
terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama
untuk hal-hal yang mereka pelajari. Pengalaman menciptakan ikatan emosional dan
peluang untuk penamaan. Pengalaman juga menciptakan pertanyaan mental, membangun
keingintahuan siswa. Dalam kondisi demikian barulah guru memberikan nama :
menjelaskan materi pelajaran. Model pembelajaran kuantum mengambil bentuk
hampir sama dengan sebuah simponi yang membagi unsur pembentuk mencari dua
kategori yaitu : konteks dan isi.
4.
Akui setiap usaha
5.
jika layak di pelajari, maka
layak pula dirayakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar