Kamis, 10 Desember 2015

Pembelajaran Menurut Aliran Humanistik

Dihadapkan pada dua pilihan antara behaviorisme dan psikoanalisis yang termasuk kognitivisme banyak pakar psikologi di era tahun 1950-an dan 1960-an yang memilih ke alternatif konsepsi psikologis sifat dasar manusia. Freud telah memusatkan perhatian pada kekuatan sisi gelap ketidaksadaran, dan Skinner hanya tertarik pada pengaruh penguatan dari perilaku yang dapat diamati. Lahirlah Psikologi Humanistik untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang kesadaran pikiran, kebebasan kemauan, martabat manusia, kemampuan untuk berkembang dan kapasitas refleksi diri. Karena menjadi alternatif terhadap behaviorismedan kognitivisme, Psikologi humanistik atau humanisme menjadi lebih terkenal sebagai “kekuatan ketiga.”
Humanisme dipelopori oleh pakar psikologi Carl Rogers dan Abraham Maslow. Menurut Rogers, semua manusia yang lahir sudah membawa dorongan untuk meraih sepenuhnya apa yang diinginkan dan berperilaku dalam cara yang konsisten menurut diri mereka sendiri. Rogers, seorang psikoterapis, mengembangkan person-centered therapy, suatu pendekatan yang tidak bersifat menilai ataupun tidak memberi arahan yang membantu klien mengklarifikasi dirinya tentang siapa dirinya sebagai suatu upaya fasilitasi proses memperbaiki kondisinya. Hampir pada saat yang bersamaan, Maslow mengemukakan teorinya bahwa semua orang memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya yang bersifat hierarkhis. Pada bagian paling bawah dari hirarkhi ini adalah kebutuhan-kebutuhan fisikal seperti rasa lapar, haus, dan mengantuk. Di atasnya adalah kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan cinta, dan kepercayaan diri yang berkaitan dengan kebutuhan akan status dan pencapaian. Ketika berbagai kebutuhan ini terpenuhi, Maslow yakin, orang akan meraih aktualisasi diri, suatu puncak pemenuhan kebutuhan dari seseorang. Sebagaimana kata Maslow, “Seorang musisi haruslah mencipta lagu, seorang pelukis harus melukis, seorang penyair harus menulis puisi, jika ia ingin damai dengan dirinya. Apa yang ia mampu lakukan, ia harus lakukan.”
Gagasan lain dari humanisme dapat diringkas sebagai berikut:
1        Setiap orang memiliki kapasitas untuk berkembang.
2        Setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih tujuan hidupnya.
3        Humanisme menekankan pentingnya kualitas hidup manusia.
4        Setiap orang memiliki kemampuan untuk memperbaiki kehidupannya.
5        Persepsi pribadi seseorang terhadap dirinya sendiri lebih penting dari lingkungan.
6        Setiap orang memiliki potensi untuk memahami dirinya sendiri.
7        Setiap orang seharusnya memberikan dukungan pada orang lain sehingga semua memiliki citra diri yang positif serta pemahaman diri yang baik.
8        Carl Rogers menekankan pentingnya suasana lingkungan yang hangat dan bisa menjadi terapi.
9        Abraham Maslow berpendapat bahwa potensi kita sesunggahnya tidak terbatas.
10    Terjadinya kebersamaan disebabkan adanya persepsi positif satu sama lain.
11    Rogers berpendapat bahwa seseorang akan tidak mempercayai hal-hal positif dari dirinya dan rasa percaya dirinya rendah bila ada anggapan positif orang lain namun bersyarat.
12    Konsep-diri adalah bagaimana seseorang mengenal potensinya, perilakunya, dan kepribadiannya.
13    Realita adalah bagaimana sesungguhnya diri seseorang sedangkan idealisme adalah bagaimana seseorang menginginkan dirinya menjadi apa.
14    Anggapan positif tanpa syarat, ketulusan dan empati membantu memperbaiki hubungan seseorang dengan orang lain.
15    Seseorang akan bermanfaat bagi orang lain apabila terbuka terhadap pengalaman, tidak terlalu mementingkan diri, peduli pada sekitarnya, dan memiliki hubungan yang harmonis dengan orang lain.
16    Aktualisasi diri adalah dorongan untuk mengembangkan potensi secara penuh sebagai manusia dari diri seseorang.
Salah satu kritikus terhadap humanisme mengatakan adalah sulit untuk mengukur aktualisasi diri. Ada juga yang berpendapat humanisme terlalu optimis dalam memandang manusia. Yang lain lagi mengatakan humanisme membangkitkan rasa kekaguman pada diri sendiri.

Implikasi Teori Belajar Humanistik

a.       Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):
1.      Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.      Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.      Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.      Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.      Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.      Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7.      Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8.      Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9.      Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10.  Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
b.      Siswa sebagai pelaku utama dalam pembelajaran
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1.      Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2.      Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
3.      Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
4.      Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5.      Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6.      Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7.      Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8.      Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar