Jumat, 18 Desember 2015

Filsafat Ilmu Aksiologi (teori tentang nilai)

PENDAHULUAN

Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam manusia, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia setelah mencapai pengetahuan. Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai? Bagian dari filsafat pengetahuan membicarakan tentang ontologis, epistomologis dan aksiologi. Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Aksiologi
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan  (Kattsoff: 1992). Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau kenyataan itu sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materiil, dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukan aspeknya sendiri-sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu kedalam praksis.
Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value dan valuation. Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu:
1.      Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti : baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain, dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika.
2.      Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
3.      Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik material. (Koento, 2003: 13). Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi :
1.      Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
2.      Menurut Wibisono dalam Surajiyo (2009), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
3.      Scheleer dan Langeveld memberikan definisi tentang aksiologi sebagai berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral.  
4.      Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.
5.      Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
Menurut Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu :
1.      Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu etika.
2.      Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan.
3.      Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.
Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika (Jujun S. Suriasumantri, 2000: 105).
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika
B.     Landasan Aksiologi
Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dan kesejahteraannya dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat.
Untuk kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan dipergunakan secara komunal dan universal.
Dagobert Runes (1963 : 32) mengemukakan beberapa persoalan dengan nilai yang mencakup :  hakikat nilai, tipe nilai, criteria nilai, dan status metafisika nilai.
1.      Hakikat Nilai
K. Bertens (2007:142) berpendapat, bahwa  hakikat dari nilai-nilai, yaitu :
a.       Nilai berasal dari kehendak: voluntarisme.
b.      Nilai berasal dari kesenangan: Hedonisme
c.       Nilai berasal dari kepentingan. (Perry)
d.      Nilai berasal dari hal yg lebih disukai (preference). Martineau.
e.       Nilai berasal dari kehendak rasio murni. (I.Kant).
2.      Tipe nilai
Tipe nilai dapat dibedakan antara lain intrinsik dan nilai instrumental. Nilai intrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai instrumental merupakan alat untuk mencapai nilai intrinsik.
Sebagai contoh nilai intrinsik adalah nilai yang dipancarkan oleh suatu lukisan, dan shalat lima waktu merupakan nilai intrinsik dan merupakan suatu perbuatan yang sangat luhur. Nilai instrumentalnya bahwa dengan melaksanakan shalat akan mencegah perbuatan yang keji/jahat yang dilarang oleh Allah dan tujuan akhirnya mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
3.      Kriteria nilai
Kriteria nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran nilai, bagaimana nilai yang baik, dan bagaimana nilai yang tidak baik. Standar pengujian nilai dipengaruhi aspek psikologis dan logis.
a.       Kaum hedonist menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan yang dijabarkan oleh individu atau masyarakat.
b.      Kaum idealis mengakui sistem objektif norma rasional sebagai kriteria.
c.       Kaum naturalis menemukan ketahanan biologis sebagai tolak ukur
4.      Status Metafisika Nilai
Metafisik nilai adalah bagaimana hubungan nilai-nilai tersebut dengan realitas dan dibagi menjadi tiga bagian :
a.       Subjektivisme adalah nilai semata-mata tergantung pengalaman manusia.
b.      Objektivisme logis adalah nilai merupakan hakikat logis atau subsistensi, bebas dari keberadaannya yang dikenal.
c.       Objektivisme metafisik adalah nilai merupakan sesuatu yang ideal bersifat integral, objektif, dan komponen aktif dari kenyataan metafisik. (misalnya: theisme).
C.    Teori Tentang Nilai
Teori Nilai membahas dua masalah yaitu masalah Etika dan Estetika.
1.      Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “ethos” yang berarti adat kebiasaan tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni jamak dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika dan moral ini memiliki perbedaan satu sama lainnya. Etika ini bersifat teori sedangkan moral bersifat praktek. Etika mempersoalkan bagaimana semestinya manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan bagaimana semestinya tindakan manusia itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu hal dan harus berlaku umum.
Antara ilmu (pendidikan) dan etika memiliki hubungan erat. Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral (Jujun S. Suriasumantri,  1998 : 235).
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi.
a.       Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan.
b.      Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
c.       Utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati.
d.      Deontologi, adalah pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
2.      Estetika
Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Estetika membahas tentang indah atau tidaknya sesuatu. Dalam dunia pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembagan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan estetis-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni.
D.    Karakteristik Nilai
Ada beberapa karakteristik nilai yang berkaitan dengan teroi nilai, yaitu :
1.      Nilai subjektif atau objektif.
Nilai itu objektif jika ia tidak bergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai; sebaliknya nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya, dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian, tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisik.
2.      Nilai absolute atau berubah.
Suatu nilai dikatakan absolute atau abadi, apabila nilai yang berlaku sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku serta abash sepanjang masa, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun kelas social. Dipihak lain ada yang beranggapan bahwa semua nilai relative sesuai dengan keinginan atau harapan manusia.
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan hierarki nilai yaitu:
1.      kaum idealis berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi daripada non spiritual (nilai material). Mereka menempatkan nilai religi pada tingkat yang tinggi karena nilai religi membantu manusia dalam menemukan akhir hidupnya, dan merupakan kesatuan dengan nilai spiritual.
2.      kaum realis juga berpandangan bahwa terdapat tingkatan nilai, dimana mereka menempatkan nilai rasional dan empiris pada tingkatan atas, sebab membantu manusia realitas objektif, hukum alam dan aturan berfikir logis.
3.      kaum pragmatis menolak tingkatan nilai secara pasti. Menurut mereka suatu aktifitas dikatakan baik seperti yang lainnya apabila memuaskan kebutuhan yang penting dan memiliki nilai instrumental. Mereka sangat sensitive terhadap nilai-nilai yang meghargai masyarakat
E.     Fungsi Aksiologi
Aksiologi ilmu pengetahuan sebagai strategi untuk mengantisipasi perkembangan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi antara lain :
1.      Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan menemukan kebenaran yang hakiki.
2.      Dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis, tidak mengubah kodrat manusia, dan tidak merendahkan martabat manusia.
3.      Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta memberikan keseimbangan alam lewat pemanfaatan ilmu.
F.     Pendekatan-Pendekatan dalam Aksiologi
Pendekatan-pendekatan dalam aksiologi dapat dijawab dengan tiga macam cara, yaitu :
1.      Nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai-nilai merupaka reaksi-reaksi yang diberkan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung pada pengalaman-pengalaman mereka.
2.      Nilai-Nilai merupakan kenyataan-kenyataan yang ditinjau dari segi ontologi namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.
3.      Nilai-Nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan.
G.    Hubungan Aksiologi dengan Filsafat Ilmu
Kaitan Antara Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu adalah Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian.
Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya.
Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif .

PENUTUP
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan  (Kattsoff: 1992).
Kaitan Antara Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu adalah Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Aksiologi membberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah nilai. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan nilai. Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma nilai. 
Sebagai saran, seorang pendidik hendaknya tahu akan pentingya hakekat nilai yang akan diajarkan kepada para anak didiknya, sehingga anak didik mengetahui etika keilmuan yang bermoral dalam ilmu yang dipelajarinya.
Semoga makalah ini bisa menjadi bahan acuan dan semangat untuk mengkaji dan membuat makalah yang semakin baik. Pembahasan makalah ini mungkin masih kurang sempurna. Oleh karena itu penulis masih membutuhkan saran dan perbaikan dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA
A. Amyo, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: 1990, Cipta Adi Pustaka) 
Amsal Bakhtiar, (2006). Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Conny R. Semiawan, I. Made Putrawan, I, Setiawan, Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu, (Bandung: 2004, Rosda Karya)  
Harry Harmersma, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat,  (Jogjakarta: 1980, Pustaka Filsafat) 
Jonathan Crowther (Ed.), Oxford Advanced Learner’s Dictionary (London: 1995,  Oxford University Press)
Jujun S. Sumantri (1998). Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Jujun S. Sumantri. Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta : 2005, Sinar Harapan)
K. Bertens, Etika (Jakarta: 1999,  Gramedia Pustaka Utama)
M. Nazir, Membangun Ilmu dengan Paradigma Islam, (Pekanbaru: 1999, Susqa Press)  
Magnis-Suseno, F.. Filsafat-kebudayaan-politik: Butir-butir pemikiran kritis (Jakarta: 1995, Gramedia Pustaka Utama) 
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: 1978, Bulan Bintang ) 
Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat (Bandung: 1995, Remaja Rosdakarya)
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,  Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jilid II (Jakarta: 1996, Balai Pustaka) 
M. Nazir, Membangun Ilmu dengan Paradigma Islam, (Pekanbaru: 1999, Susqa Press)  h. 87
Harry Harmersma, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat,  (Jogjakarta: 1980, Pustaka Filsafat) h.41
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,  Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jilid II (Jakarta: 1996, Balai Pustaka) h. 159
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: 1978, Bulan Bintang ) h. 471-472
Magnis-Suseno, F.. Filsafat-kebudayaan-politik: Butir-butir pemikiran kritis (Jakarta: 1995, Gramedia Pustaka Utama) h.49
Uyoh Sadulloh, (2007).  Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : CV  Alfabeta .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar