fisafat ilmu dikaji kedalam tiga ranah atau objek yaitu:
- ontologi
- epistomologi
- aksiologi
1 1.
ONTOLOGI
Ontology merupakan
salah satu di antara lapangan penyelidikam kefilsafatan yang paling kuno. Awal
mula alam pikiran Yunani telah menunjukan munculnya perenungan dibidang ontologi.
Dalam
persoalan ontology orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dan segala yang ada ini?
Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang Pertama,
kenyataan yang berupa materi (Kebenaran) dan yang kedua, kenyataan yang berupa
rohani (Kejiwaan).
Pembicaraan
tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin
ada. Hakikat adalah realitas, realita dalah ke-real-an, Rill artinya kenyataan
yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu , bukan
kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang
berubah.
Pembahasan tentang ontology sebagai dasar ilmu
berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First
Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda-benda.
Kata
ontology berasal dari perkataan Yunani: On = Being, Logos = Logic. Jadi
Ontologi adalah The theory of beung qua being (teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan).
Louis
O.Kattsoff dalam Elements of Filosophy mengatakan, Ontologi itu mencari
ultimate reality dan menceritakan bahwa diantara contoh pemikiran ontologi
adalah pemikiran Thales, yang berpendapat bahwa airlah yang menjadi ultimate
substance yang mengeluarkan semua benda. Jadi asal semua benda hanya satu saja
yaitu air.
Noeng
Muhadir dalam bukunya Filsaar Ilmu mengatakan, Ontologi membahas tentang yang
asa yang universal, menampilkn pemikiran semesta universal.
Menurut
Jujun S. Suriasumantri dalam Pengantar
Ilmu dan Perspektif mengatakan, Ontologi membahas apa yang ingin kita
ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu atau dengan perkataan lain suatu
pengkajian mengenai teori tentang “ada”.
Dari
beberapa pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Menrut
bahasa , ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan Logos =
Ilmu. Jadi, ontology adalah ilmu tentang yang ada.
2. Menurut
istilah, ontology ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Didalam
pemahaman ontology dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok peikiran sebagai
berikut:
a.
Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat
yang asal dari seliuruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua.
Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainya. Istikah
monoisme oleh Thomas Davidson disbut dengan Block Universe. Paham ini kemudian
terbagi menjadi 2 aliran
·
Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi
bukan rohani. Aliran ini juga sering disebut dengan naturalism ,menurutnya
bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satu nya fakta.
·
Idealisme
Aliran idealism yang dinamakan juga dengan
spiritualisme. Idealism berarti serba cinta sedangkan spiritualisme berarti
serba ruh.
Idealism diambil
dari kata “idea” yaitu sesuatu yanga hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan
bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma).
Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada jelmaan ruhani.
b.
Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri
dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat
ruhani, benda dan ruh, jaded dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh dan ruh
juga bukan muncul dari benda.
Tokoh paham ini
adalag Descrates (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia
menamakan dua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia
ruang (Keadaan). Descrates meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula
ia mencoba meragukan semua yang dapat diindera, objek yang sebenarnya tidak
mungkin diragukan. Dia meragukan badanya sendiri. Keraguan itu menjadi mungkin
karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi dan juga pada pengalaman dengan
ruh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Dalam empat keadaan tersebutu
seseorang dapat mengalami sesuatu seolah-olah dalam keadaan yang sesungguhnya.
Menurut Descrates ia menyatakan bahwa ada satu yang tidak dapat diragukan
yaitu, saya sedang ragu. Menurutnya bahwa “saya sedang ragu” berarti memang
benar-benar tidak dapat diragukan adanya.
Aku sedang ragu ini disebabkan oleh aku
berpokir. Kalau begitu aku berpikir
pasti ada dan benar. Jika berpikir itu ada, berarti aku ada sebab yang
berpikir itu aku. Cogito Ergo Sum, aku berpikir jadi aku ada. Paham ini
kemudian terkenal dengan rasionalisme, yaitu paham filsafat yang mengatakan
bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan, dan
mengetes pengetahuan.
Umumnya manusia
tidak akan mengalami kesulitan untuk menerima prinsip dualism , karena setiap
kenyatan lahir dapat segera dtangkap oleh pancaindra kita, sedangkan kenyataan
batin dapat segera diakui adanya oleh akal dan perasaan hidup.
c.
Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam
bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan yang mengakui
bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.
Pluralism dalam
Dictionary of Philosophy and Religion dikataka sebagai paham yang menyatakan
bahwa kenyataan ala mini tersusun atas banyak unsure, lebih ari satu atau dua
entitas. Tokoh alira ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles
yang menyatakan bahwa subtansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur,
yaitu tanah, air, api dan udara.
Tokoh modern ini adalah Wiliam James (
1842-1910 M ), kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikologi dan
filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth , James mengemukakan bahwa
, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri,
lepas dari akal yang mengenal.
Sebab penglaman
kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan
pengalaman dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
Oleh karena itu,
tada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran yaitu apa yang
benar dalam pengalaman-pengalam khusus yang setiap kali dapat diubah oleh
pengalaman-pengalama berikutnya.
Dunia bukanlah
suatu Universum melainkan Multiversum . dunia adalah sesuatu yang terdiri dari
banyak hal yang beranea ragam atau pluralis.
d.
Nihilisme
Nihilism berasal dari Bahasa Latin yang
berarti nothing atau tidak ada. Istilah nihilism diperkenalkan oleh Ivan
Turgeniev dalam novelnya Fathers and Childern yang ditulisnya pada tahun 1862
dii Rusia. Dalam novel itu Bazarov sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya
kutukan ketika ia menerima ide nihilisme.
Doktrin tentang nihilism sebenarnya sudah
ada sejak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483-360 SM) yang
memberikan 3 proposisi tentang realitas.
Pertama
tidak ada sesuatu pun yang eksis
Kedua
bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat
diketahui
Ketiga
, sekalipun realitas itu dapat diketahui,
ia tidak akan dapat diberitahukan keparada orang lain.
Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich
Nietzche (1844-1900 M), dilahirkan dari keluarga pendeta.
Dalam
pandanganya bahwa “Allah sudah mati”, Allah kristiani dengan segala perintah
dan laranganya sudah tidak merupakan rintangan lagi. Dunia terbuka untuk
kebebasan dan kreativitas manusia. Maka, dengan sendirinya manusia modern akan
terancam nihilism, yang menyebabkan nilai-nilai
kristiani akan lenyap.
e.
Agnotisisme
Paham ini mengingkari kesanggupa manusia
untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi ataupun rohani.
Kata Agnotisisme
berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. A artinya not dan Gno
artinya know.
Timbulnya aliran
ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara
konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran
ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan yang bersifat
transenden.
Menurut Martin
Heidegger (1889-1976 M), seorang filosof Jerman, mengatakan satu-satunya yang
ada itu ialah Manusia.
Sedangkan
pemahaman lainya oleh, Jean Paul Sartre (1905-1980 M) seorang filosof dan
sastrawan Perancis yang ateis sangat teroengaruh dengan pikiran ateisnya, yang
mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan
etre (ada) melainka a etre (akan atau sedang).
Karl Jaspers
(1833-1969 M) menyangkal adanya sesuatu kenyataan yang transenden. Yang mungkin
itu hanyalah manusia berusaha mengatasi dirinya sendiri dengan mmbawakan
dirinya yang belum sadar kepada kesadara yang sejati.
Jadi agnotisisme adalah paham pengingkaran
atau penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengtahui hakikat benda baik
materi maupun rohani. Alirn ini mirip aliran skeptisisme yang berpendapat bahwa
manusia diragukan kemampuanya mengetahui hakikat.
2.
EPISTOMOLOGI
Epistomologi atau teori pengetahuan ialah
cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan ,
pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasar nya serta pertanggungjawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Pada abad ke-5
SM, muncul keraguan terhadap kemungkinan kemampuan manusia mengetahui realitas.
Mereka adalah kaum sophis. Sikap kaum sophis yang skeptis inilah yang mengawali
munculnya epistomologi.
Metode empiris
yang telah dibuka oleh Aristoteles
mendapat sambutan yang baik pada
zaman Renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon (1561–1626). Dua diantara
karya-karyanya adalah The Advancement of Learning (1606) dan Novum Organum
(Organum baru).
Filsafat Bacon
mempunyai peran penting dalam induksi dan sistematisasi prosedur ilmiah menurut
Russel, dasar filsafatnya sepenuhnya bersifat praktis, yaitu untuk memberi
kekuasaan kepada manusia atas alam melalui penyelidikan ilmiah. Bacon melakukan
ushanya dengan menegaskan tujuan pengetahuan. Menurutnya, pengetahuan tidak
akan mengalami perkembangan dan tidak akan bermakna kecuali ia mempunyai
kekuatan yang dapat membantu manusiameraih kehidupan yang lebih baik.
“Knowledge is power, it is not opinion to be held , but a work to be done, I am
laboring to lay the foundation not of any sectore of doctrine, but of utility
and power”.
Sementara menurut Descrates (1596-1650 M),
persoalan dasar dalam filsafat pengetahuan bukan bagaimana kita tahu, tetapi
mengapa kita dapat membuat kekeliruan?
Prosedur yang
disarankan oleh Descrates untuk mencapai
kepastian adalah keraguan metodis universal, keraguan ini bersifat universal
karena direntang tanpa batas, atau sampai keraguan ini membatasi dirinya.
Artinya usaha meragukan itu akan berhenti bila ada sesuatu yang tidak dapat
diragukan lagi.
Pengetahuan yang
diperoleh manusia melalui akal, indera dan lain-lain mempunyai metode
tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya adalah:
a.
Metode
Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang
menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu
pernyataan yang lebih umum. Suatu inferensi bsa disebut induktif bila bertolak
dari pernyataan-pernyataan tunggal, seperti gambaran mengenai hasil pengamatan
dan penelitian orang sampai padapernyataan-pernyataan universal.
David Hume (1711-1716), menurutnya
penyataan yang berdasarkan observasi tunggal betapapun besar jumlahnya secara
logis tak dapat menghasilkan suatu pernyataan umum yang tak terbatas.
Dalam induksi,
setelah diperoleh pengethuan maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu
mengajarkan kita bahwa logam dipanasi juga akan mengembang, bertolak dari teori ini kita akan tahu bahwa ogam lain
kalau dipanasi juga akan mengembang. Contoh tersebut menunjukan bahwa induksi
tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut juga dengan pengetahuan
saintek.
b.
Metode
Deduktif
Deduksi ialah suatu metode yang
menyimpulkan bahwa data-data empiric diolah lebih lanjut dalam suatu sistem
pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif adalah
adanya perbandingan logis antara
kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Hal ini bertujuan apakah teori tersebut
mempunyai sifat empiris atau ilmiah.
c. Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte
(1798-1857) metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang factual,
yang positif. Ia menyampingkan segala uraian/persoalan diluar yang ada sebagai
fakta. Apa yang diketahui secara positif
adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam
bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada gejala-gejalan saja.
Menurut Comte perkembangan pemikiran
manusia berlangsung dalam 3 tahap: teologis, metafisis, dan positif pada tahap
teologis orang berkeyakinan bahwa dibalik segala sesuatu tersirat pernyataan
kehendak khusus.
Pada tahap metafisik, kekuatan adikodrati
itu diubah nenjadi kekuatan yang abstrak yang kemudian dipersatukan dalam
pengertian yang bersifat umum yang disebut dengan asal dari segala gejala.
Dan tahap positif disini ialah menemukan
hokum-hukum kesamaan dan urutan ang terdapat pada fakta-fakta denganpengamatan
dan penggunaan akal.
d.
Metode
Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan
indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang
dihasilkn pun akan berbeda-beda seharusnya dikembangkan suatu kemapuan akal
yang disebut dengan intuisi.
Intuisi atau
tasawuf disebut dengan ma’rifah yaitu pengetahuan yang dating dari Tuhan
melalui pencerahan dan penyinaran.
Menurut
Al-Ghazali pengetahuan yangdiperoleh melalui intuisiini adalah pengetahuan yang
paling benar yang bersifat individual.
e.
Metode
Dialektis
Dalam filsafat, dialektik mula-mula
berarti metode tanya jawab untuk ntuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini
diajarkan oleh Socrates, namun Plato mengartikanya diskusi logika. Kini dialektika
berarti tahap lgika yang engajarkan kaidah-kaidah dan metode-meode penuturan,
juga analisis sistematik terhadap ide-ide.
Dalam teori
pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tersusun dari satu pikiran yang
seperti dalam percakapan.
3.
AKSIOLOGI
Aksiologi berasal dari perkataan axios
(Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi
merupakan teori tentang nilai.
Menurut Jujun
S.Suriasumantri arti aksiologi yang terdapat dalam bukunya yang berjudul
Filsafat Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Sedangkan,
menurut Bramel aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan
disiplin khusus yakni etika. Kedua , esthetic
expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, yaitukehidupan sosial politik,
yang akan melahirkan filsafat sosial politik.
Didalam Encyclopedia of Philosophy
dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk
Value and Valuation.
a. Nilai,
digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit
seperti, baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas
mencangkupi sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian.
b. Nilai
sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita sebuah nilai atau
nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai,
seperti nilainya, nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yanh memiliki
nilai.
c. Nilai
digunakan sebagai kata kerja dalamekspresi menilai, member nilai, dan dinilai.
Menilai umumnya sinonim dari evaluasi.
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi
diatas, terlihat bahwa aksiologi membahas tentang nilai. Nilai yang dimaksud
adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang
nilai yang dalam filsafat mengacu pada etika dan estetika. Makna etika dipakai
dalam dua bentuk arti, pertama, etika
merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenail penilaia terhadap
perbuatan-perbuatan manusia. Seperti ungkapan “saya pernah belajar etika”. Arti
kedua, merupakan suatu predikat yang
dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia
yang lain. Seperti ungkapan “ia bersifat etis atau ia seorang yang jujur atau
pembunuhan merupakan sesuatu yang tidak asusila”.
Etika
menilai perbuatan manusia, maka objek formal etika adalah norma-norma
kesusilaan manusia. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang
pengalaman keindahan yang dimiliki manusia terhadap lingkungan dan fenomena
disekelilingnya.
Nilai itu objektik atau subjektif adalah
sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan
menjadi subjektif apabila subjek sangat berperan dalam segala hal. Nilai itu
objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu
pengetahuan. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya seorang ilmuwan dalam
melakukan penelitian, dan ia tidak mau terikat denga nilai-nilai subjektif,
seperti nilai-nilai masyarakat, nilai agama, nilai adat, da sebagainya. Bagi
seorang ilmuwan kegiatan ilmiahnya dengan kebenaran ilmiah adalah yang sngat
penting.
Kemudian
bagaimana solusi bagi ilmu yang terkait dengan nilai-nilai? Ilmu pengetahuan
harus terbuka pada konteksnya, dan agamalah yang menjadi konteks itu. Solusi
yang diberikan oleh Alquran terhadap ilmu pengetahuan yang terikat dengan nilai
adalah dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada jalur semestinya,
sehingga ia menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam bukan
sebaik-baiknya membawa mudharat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar