1.
ontologi/metafisika
: bidang filsafat yang mempelajari segala sesuatu, baik yang tampak secara
fisik (fenomena) atau sesuatu yang berada di balik realitas (noumena). Dalam
kajian filsafat, segala sesuatu itu dikenal dengan "ada" (things).
Dalam bidang ini termasuk juga filsafat manusia, filsafat alam, dan filsafat
ketuhanan.
Ontologi
secara ringkas membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya.
Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk
mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas
tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar
pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan
digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Pembahasan
ontologi terkait dengan pembahasan mengenai metafisika. Mengapa ontologi terkait
dengan metafisika? Ontologi membahas hakikat yang “ada”, metafisika menjawab
pertanyaan apakah hakikat kenyataan ini sebenar-benarnya? Pada suatu
pembahasan, metafisika merupakan bagian dari ontologi, tetapi pada pembahasan
lain, ontologi merupakan salah satu dimensi saja dari metafisika. Karena itu,
metafisika dan ontologi merupakan dua hal yang saling terkait. Bidang
metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati, termasuk
pemikiran ilmiah. Metafisika berusaha menggagas jawaban tentang apakah alam
ini. Terdapat Beberapa penafsiran yang diberikan manusia mengenai alam ini.
2.
epistemologi :
bidang filsafat yang mempelajari bagaimana cara manusia mengetahui sesuatu atau
"ada" tersebut. Beberapa bidang yang termasuk ke
dalam epistemologi adalah filsafat ilmu, metodologi, dan logika.
Epistemologi yang lebih jelas diungkapkan Dagobert
D.Runes. Dia menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang
membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Epistemologi berusaha memberi definisi ilmu
pengetahuan, membedakan cabang-cabangnya yang pokok, mengidentifikasikan
sumber-sumbernya dan menetapkan batas-batasnya. “Apa yang bisa kita ketahui dan
bagaimana kita mengetahui” adalah masalah-masalah sentral epistemologi, tetapi
masalah-masalah ini bukanlah semata-mata masalah-masalah filsafat. Pandangan
yang lebih ekstrim lagi menurut Kelompok Wina, bidang epistemologi bukanlah
lapangan filsafat, melainkan termasuk dalam kajian psikologi. Sebab
epistemologi itu berkenaan dengan pekerjaan pikiran manusia, the workings of
human mind.
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap
peradaban manusia. Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori
pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat
dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang
memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu—suatu
kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu—dipandang dari
keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan
kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu
negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi.
Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains
dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi
modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan
alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Epistemologi dalam ilmu filsafat akan terus
mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan
sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil
pemikiran-pemikiran secara epistemologies.
3. aksiologi : bidang filsafat yang mempelajari tentang
nilai-nilai.
Misalnya, sejauh manakah
nilai-nilai yang terkandung dalam pengetahuan tersebut. Bagian dari aksiologi
adalah etika dan estetika.
Teori
tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika
dimana makna etika memiliki dua arti yaitu merupakan suatu kumpulan pengetahuan
mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai
untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya. Nilai itu bersifat
objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika
nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Cabang-cabang
ilmu filsafat ini berkembang seiring dengan perkembangan pemikiran filsafat.
Misalnya, logika dikembangkan oleh Aristoteles. Sementara itu, epistemologi
dikembangkan oleh I mmanuel Kant ketika ia mempertanyakan sejauh mana akal
dapat mengetahui tentang yang ada dan sejauh mana akal memiliki kevalidan
ketika mempersepsi sesuatu.
Dari bidang
ontologi, akan kita kenal pandangan materialisme Karl Marx berdasarkan pada
pemikirannya bahwa segala sesuatu yang ada ini bersifat materi. Dapat dikatakan
bahwa Karl Marx menolak kajian metafisika dan lebih mengakui ontologi. Sebagai
catatan, kecenderungan penolakan terhadap metafisika ini sebenarnya memang
berkembang pesat pada era filsafat modern.
Dari bidang
epistemologi, akan kita ketahui paham-paham seperti rasionalisme dan empirisme.
Rasionalisme memandang bahwa sumber ilmu pengetahuan itu berasal dari akal,
sedangkan empirisme memandang sumber ilmu pengetahuan itu berasal dari
pengalaman. Berikut ini diberikan penjelasan tentang pengalaman, pengetahuan,
dan ilmu pengetahuan.
Pengalaman
Pengalaman berhubungan
dengan realitas yang dialami manusia lewat panca indra. Pengalaman bersifat
sangat subjektif, karena memiliki objek yang tetap namun subjek yang berbeda,
memiliki objek yang berubah namun subjek yang tetap maupun memiliki objek yang
berubah tetapi subjek berbeda pula.
Pengetahuan
- Adanya
"sensation" (kesadaran, peristiwa mental) setelah mengindra realitas
(pembeda dengan hewan)
- Proses mental
yang melalui akal budi (berpikir) menjadikan pengalaman menjadi pengetahuan.
(contoh: ilmu tentang kerokan, obat kumis kucing)
Ilmu
pengetahuan:
- Pengalaman
(pengetahuan) yang telah diolah secara kritis lewat akal budi menjadi ilmu
pengetahuan karena memiliki:
(1)
paradigma
(2) teori
(3) metodologi
Dalam bidang
teori pengetahuan, terdapat tiga cara pandangan yang dominan dalam bidang
filsafat. Ketiga cara pandang tersebut adalah rasionalisme,
empirisme, dan kritisisme.
Rasionalisme
- Rasionalisme
dicetuskan oleh Rene Descartes (1596-1650), seorang filsuf dari Peran
- Menurut
Descartes, rasio adalah satu-satunya sumber pengetahuan
- Kesan-kesan
indrawi dianggap sebagai ilusi yang hanya diatasi oleh kemampuan yang dimiliki
rasio
- Pemikiran
Descartes yang terkenal adalah cogito
ergosum "saya
berpikir, karena itu saya ada"
- Mengunakan
upaya ilmiah dengan "metode skeptis"
- Rasionalisme
memiliki dampak penting bagi ilmu pengetahuan karena menjadi dasar berpikir
logis dan munculnya sistem pemikiran yang menitikberatkan pada akal.
- Dalam
penelitian menggunakan metode deduksi
Empirisme
- Empirisme
adalah paham pemikiran yang menyatakan bahwa pengetahuan hanya didapatkan dari
pengalaman empiris, bukan semata-mata dari rasio
- Filosof-filosof
inggris memiliki paham empirisme, diantaranya David Hume (1711-1776), john
Locke (1632-1704), dan Goerge Berkeley (1685-1753)
- Francis Bacon
mengatakan empirisme adalah pengamatan- pengamatan partikular lalu membentuk
kesimpulan umum
- John Locke
menganggap bahwa rasio manusia mula-mula harus dianggap "as a white
paper" yang artinya pada saat lahir manusia belum memiliki pengetahuan
apa-apa
- Dalam
penelitian menggunakan metode induksi
Kritisisme
- Aliran ini diperkenalkan
oleh I mmanuel Kant (1724-1804)
- Aliran ini
merupakan sintesis antara rasionalisme dan empirisme
- Menurut I
mmanuel Kant, rasio dan Empiri adalah sama-sama sumber pengetahuan, yaitu
kesan-kesan empiri dikonstruksikan oleh rasio melalui kategori-kategori
sehingga menjadi pengetahuan.
cr:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar